My Favorite Travel Quotes

"The world is a book and those who do not travel read only one page - St. Augustine", "I have found out that there ain't no surer way to find out whether you like people or hate them than to travel with them - Mark Twain", "If the traveler can not find master or friend to go with him, let him travel alone rather than with a fool for company - Budha", "Traveling is about the journey not the destination - Anonymous", "Traveling brings love and power back to your life - Rumi".

Kamis, 18 Desember 2014

Jappa-jappa (Jalan-jalan) di kota Makassar Dalam 6 Jam

Memiliki waktu hanya 6 jam di kota Makassar yang dikenal sebagai kota “Anging Mamiri” bukan berarti cuma bisa berdiam diri di hotel tempat menginap. Dalam 6 jam saja ternyata banyak tempat yang bisa disambangi. Gak percaya? Cek tulisan berikut ini.

Fort Rotterdam di pagi hari, cantik!
Jam 8 pagi jalan-jalan dimulai. Tujuan pertama adalah benteng Rotterdam. Benteng yang awalnya bernama benteng Ujung Pandang ini berdiri sejak tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-10 terletak dijalan Ujung Pandang no 2. Sebetulnya tidak ada tiket masuk ke benteng ini, tetapi pengunjung diminta untuk memberi sumbangan serelanya. Benteng dengan dinding bercat kuning langsat terlihat kontras berpadu dengan beberapa daun jendela dan pintu yang berwarna merah. Di benteng ini terdapat ruang tahanan Pangeran Diponegoro. Fort Rotterdam memiliki museum dengan nama yang unik “La Galigo” yang diambil dari nama karya sastra klasik dunia yang besar dan terkenal. Pertimbangan lainnya, nama La Galigo sangat terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah seorang tokoh legendaris putra Sawerigading Opunna Ware dari pernikahannya dengan We Cudai Daeng Ri Sompa. Setelah dewasa La Galigo dinobatkan menjadi Payung Lolo (Raja Muda) di kerajaan Luwu yang merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Saya terkesan melihat Museum La Galigo cukup terawat, terlihat betapa masyarakat Makassar begitu mengapresiasi sejarah mereka ditempatnya sendiri. Isi museum seperti pada umumnya memuat koleksi benda-benda bersejarah yang tersimpan apik didalam lemari kaca. Ada juga baju tradisional dan kain songket Makassar yang terkenal kehalusannya.  Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi benteng Rotterdam yang saat terekam kamera tampak begitu dramatis antara bentuk bangunan kolonial berpadu dengan birunya langit. Cantik, bak lukisan!

Pinisi, kapal nenek moyang
Konon asal usul nenek moyang kita yang seorang pelaut berasal dari Makassar. Pelaut Makassar terkenal kehebatannya mengarungi luasnya samudera dengan Kapal kayu tradisional yang disebut Kapal Pinisi. Maka pelabuhan Paotere menjadi tempat kedua yang dikunjungi. Pagi hari hiruk pikuk di pelabuhan Paotere sudah terlihat. Beberapa kapal Pinisi sedang melakukan bongkar muat dan perbaikan. Beberapa kapal lainnya tampak sedang istirahat bersandar saja di pelabuhan. Sementara itu di sisi lain dari pelabuhan Paotere tampak sekumpulan anak-anak kecil sedang berenang riang gembira bersama di laut. Tidaklah heran kalau label pelaut ulung dilekatkan pada orang Makassar. Laut menjadi taman mereka bermain semenjak kecil rupanya.  Puas mengamati aneka kapal Pinisi yang sedang berlabuh, kaki kembali melangkah menuju tempat berikutnya.

Mesjid Raya Makassar, bak istana.
Mesjid Raya Makassar yang didominasi warna putih terlihat seperti istana yang berdiri anggun dibawah langit biru berawan putih. Sejenak saya terpana…., dimata saya mesjid ini tampak bak istana yang ada di dongeng-dongeng negeri timur tengah. Satu persatu saya menapaki tangga mesjid yang megah ini. Pada salah satu dinding terdapat daftar nama panitia pemugaran Mesjid Raya Makassar yang dilakukan pada tanggal 16 Juni 1976. Nama H. Kalla dan H. Drs. Yusuf Kalla ada didalam daftar. Mesjid ini sendiri kemudian diresmikan oleh H. Yusuf Kalla dibulan Mei 2005 saat beliau menjadi Wakil Presiden RI. Mengintip ke bagian dalam mesjid, saya mendapati sebuah Al-Quran besar dengan ukuran 1m x1,5m dan berat 544kg. Al-quran ini dikerjakan selama 12 bulan lamanya dan ditempatkan dalam kotak kayu jati yang sudah dikeringkan selama 1 bulan agar tahan hingga ratusan tahun. Subhanallah…

Mesjid Apung Amirul Mikminin
Selain Mesjid Raya Makassar, ada dua mesjid lagi yang wajib untuk dikunjungi. Mesjid apung Amirul Mukminin yang terletak dipinggir pantai Losari. Mesjid mungil dengan kubah biru yang menjorok ke laut ini disangga oleh tiang-tiang kokoh menjadikannya terlihat cantik dan menjadi icon baru di pantai Losari. Mesjid selanjutnya adalah Al Markaz yang merupakan mesjid terbesar se Asia Tenggara. Konon tinggi tiang menara mesjid Al Markaz menyamai tinggi menara Masjidil Haram. Luar biasa….

Mayoritas penduduk di Makassar adalah muslim, tetapi jangan heran jika disini tempat-tempat ibadah agama lainnya dengan mudah bisa ditemui. Agaknya kerukunan hidup beragama sudah tertanam dengan baik disini. Saat saya mengambil gambar-gambar tempat ibadah seperti gereja dan klenteng pun mereka tidak melarang, malah mempersilahkan. Tentu saja saya paham aturan mengambil gambar ditempat ibadah, tidak boleh memotret dari depan saat umat sedang menjalankan ibadah dan tidak mengganggu umat yang sedang beribadah.

Klenteng Xian Ma
Klenteng pertama yang disambangi adalah Yayasan Marga Thoeng, sejak tahun 1898. Sayangnya hari itu klenteng sedang tidak dibuka, jadi saya hanya bisa mengambil gambar pintu klenteng yang berwarna merah dengan hiasan beberapa lampion diatasnya. Beberapa meter dari Yayasan Marga Thoeng, ada Klenteng Kwan Kong. Kali ini cukup beruntung. Klenteng sedang dibuka dan beberapa umat tampak sedang sembahyang didalamnya. Klenteng ini tampak kental nuansa orientalnya dengan ornamen patung singa yang sedang duduk sambil menggenggam bola dikaki kanannya. Di bagian dalam klenteng terdapat lonceng besar berwarna emas dengan tulisan china berwarna merah pada badan lonceng. Sementara pada altar untuk sembahyang yang berwarna merah, tampak beberapa lilin dan sesaji seperti minuman dan buah-buahan diatasnya.

Keseruan belum berakhir, hanya berjarak beberapa belas meter saja tiba di Istana Naga Sakti Klenteng Xian Ma. Uniknya klenteng Xian Ma diresmikan oleh H. Syahrul Yasin Limpo yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan pada tahun 2009. Nah, sekali lagi bukti kerukunan antar umat beraga terlihat disini. Berseberangan dengan Klenteng Xian Ma, tampak Vihara Ibu Agung Bahari. Bagian depan vihara tampak dihiasi dengan lampion berwarna merah dengan beberapa pilar berukir menopang canopy teras vihara.

Gereja Katedral
Tempat terakhir yang dikunjungi adalah gereja Katedral. Sengaja saya memilih gereja sebagai tempat terakhir untuk dikunjungi agar tidak mengganggu umat kristiani yang sedang melakukan ibadah minggu. Pagi itu gereja Katedral tampaknya sedang mempersiapkan pohon natal yang besar. Di depan gereja terlihat rangka besi yang menyerupai pohon cemara. Bangunan gereja Katedral ini cukup mungil ukurannya. Dindingnya berwarna coklat muda beraksen atap dengan warna coklat yang lebih tua, terlihat klasik dan tidak berlebihan. Sederhana namun tidak mengurangi keanggunannya.

Waah ternyata jappa-jappa atau jalan-jalan dalam Bahasa Makassar selama 6 jam cukup banyak juga tempat yang bisa disambangi ya. Meskipun matahari terik tetapi angin sepoi-sepoi membelai seakan meredakan teriknya sengatan matahari. Tidak salah kalau kota Makassar dijuluki sebagai kota “Anging Mamiri”. Sampai bertemu lagi kota Makassar, semoga tahun depan saya bisa kembali lagi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar