My Favorite Travel Quotes

"The world is a book and those who do not travel read only one page - St. Augustine", "I have found out that there ain't no surer way to find out whether you like people or hate them than to travel with them - Mark Twain", "If the traveler can not find master or friend to go with him, let him travel alone rather than with a fool for company - Budha", "Traveling is about the journey not the destination - Anonymous", "Traveling brings love and power back to your life - Rumi".

Rabu, 11 November 2015

KULINER OTENTIK KHAS JOGJA - MANGUT LELE MBAH MARTO

Bicara jalan-jalan gak puol rasanya kalau gak icip-icip makanan lokal khas setempat. Jogjakarta salah satu kota yang terkenal dengan makanan kampung yang otentik rasanya, unik tempatnya dan gak nyekik harganya. Berikut referensi beberapa tempat yang sudah dicek langsung ke TKP dan dicicipi rasanya.

MANGUT LELE MBAH MARTO di Bantul.
Meski terletak didalam gang kecil yang hanya muat untuk dua orang berjalan beriringan, gak membuat warung mangut lele Mbah Marto ini sepi dari pengunjung. Seperti pepatah, ada gula ada semut. Makanan enak meski tempatnya nyusahin banget dan gak mudah tetap aja dicari orang (termasuk saya). Tampak depan warung Mbah Marto kelihatan segar dengan tembok berwarna hjau. Yang unik, pada salah satu tembok tetangga berjejer poster-poster iklan mulai dari Bank BNI sampai iklan perumahan. Hebat ya justru bank nasional sekelas BNI dan perumahan lokal memasang iklan mereka di warung Mbah Marto ckk...ck..ck...

Melangkah masuk kedalam warung, tampak meja dan kursi  sederhana. Gak ada bell boy yang membukakan pintu dan menyambut pelanggan datang dan gak juga pelayan datang membawakan buku menu. Semua serba apa adanya dan bener-bener self service. Jangan berharap dengan duduk manis kemudian pelayan datang, di warung Mbah Marto, pelanggan langsung masuk ke dapur. Membaui harumnya nasi, sayur gudeg, krecek dan mangut lele yang dimasak dengan tungku dan kayu bakar. Di dapur seluas 4x5 meter aneka masakan terhampar diatas bale kayu beralaskan tikar. Pengunjung dipersilahkan mengambil sendiri nasi dan teman-temannya sesuai kebutuhan dan selera masing-masing. Terkadang Mbah Marto hadir di dapur tuanya, duduk-duduk sambil ngobrol dengan pegawainya yang sudah lama mengabdi. Jangan berharap bisa selfie bareng Mbah Marto karena beliau akan ngibrit sambil menggerutu kalau ada pengunjung yang mau memotret dirinya. Meskipun di warungnya banyak foto-foto Mbah Marto dengan para seleb hits yang mampir makan mangut lele ditempatnya, Mbah Marto sebetulnya enggan untuk difoto. Jadi, jangan mekso lho yooo....kita hormati keengganan beliau untuk di foto.

Anyway, rasa mangut lele Mbah Marto memang luar biasa...otentik, dan bumbunya meresap sampai kedalam daging. Sayur gudeg, sambal krecek dan arehnya benar-benar pas di lidah. Tidak terlalu manis. Keseluruhan menu terasa saling melengkapi keberadaannya. Nasi putih yang mengepul hangat dan menguarkan harum aroma kayu bakar seakan menjadi pengikat menu-menu yang ada. Semua terasa pas baik komposisi maupun rasanya. Kelezatan rasa mangut lele seakan menjadi pemaaf atas kursi makan butut yang reyot dan joknya somplak disana sini serta udara panas tanpa ampun yang menggemboskan keringat dari balik pakaian seperti sauna.

Mbah Marto dengan mangut lelenya telah mematahkan berbagai prinsip-prinsip pemasaran yang ada. Tanpa iklan, tanpa modernisasi, tanpa jaga image dengan perabot yang layak. Sing penting uenak!

Sabtu, 17 Januari 2015

Pacu Adrenalin di Canopy Bridge, Bukit Bangkirai


Kalimantan dianugerahi potensi hutan yang luar biasa. Jangan heran kalau ukuran pohon-pohon di Kalimantan jauh lebih besar dan lebih tinggi dari pohon-pohon pada umumnya di Pulau Jawa. Selain besar dan tinggi, umumnya pohon pun tumbuh tegak lurus keatas. Salah satu obyek wisata yang memanfaatkan potensi hutan, adalah Bukit Bangkirai yang terletak di jalan Soekarno Hatta KM 38 Jalan propinsi Balikpapan-Samarinda, kecamatan Samboja. 

Kawasan wisata Bukit Bangkirai merupakan kawasan wisata yang dikelola oleh PT. Inhutani I unit I Balikpapan. Jaraknya sekitar 3jam dari kota Balikpapan.Kawasan Bukit Bangkirai dengan luas 1,500ha merupakan hutan hujan tropis (tropical rain forest), konservasi hutan yang mempunyai peran penting untuk mengembangkan monumen hutan alam tropika basah.Kawasan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi wisata dan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan dan hutan. Pada tanggal 14 Maret 1998, 510 hektare dari kawasan ini diresmikan sebagai kawasan wisata oleh Djamalludin Suryohadikusumo, Menteri Kehutanan RI pada Kabinet Pembangunan VI.  Kawasan wisata alam ini diberi nama Bukit Bangkirai karena dominannya pohon jenis Bangkirai yang tumbuh di kawasan hutan lindung ini. Pohon Bangkirai pun kemudian dijadikan maskot utama obyek wisata yang telah mendunia ini. Di kawasan ini banyak terdapat pohon Bangkirai yang berumur lebih dari 150 tahun dengan ketinggian mencapai 40 hingga 50 m, dengan diameter 2,3 m. Pertumbuhan banir (akar papan) yang besar dan kuat menjadikan pohon ini memiliki nilai keindahan tersendiri.

Canopy bridge
Sebagai kawasan wisata, sarana dan prasarana dilengkapi seperti restoran, lamin untuk pertemuan, kolam renang, serta cottage maupun jungle cabin. Di kawasan ini juga terdapat canopy bridge (jembatan tajuk) sepanjang 64 m yang digantung menghubungkan 5 pohon Bangkirai di ketinggian 30 m. Untuk naik ke canopy bridge pengunjung bisa naik melalui menara terdapat dua menara dari kayu ulin yang didirikan mengelilingi batang pohon Bangkirai. Jembatan tajuk ini merupakan yang pertama diIndonesia, kedua di Asia dan yang kedelapan di dunia. Konstruksinya dibuat di Amerika Serikat. Sejarah singkatnya, peneliti asal Amerika serikat telah melakukan survey lokasi dan pohon serta lingkungan maka dilakukan pembangunan tahap pertama pada Januari 1998 dan tahap kedua selesai pada Februari 1998 dimana jembatan ini diselesaikan kurang lebih 1 bulan. yang dikerjakan oleh kontraktor Amerika yang tergabung dalam CCA (Canopy Constraction Asosiated) sebanyak enam orang pelaksana lapangan dengan dibantu tenaga lokal sebanyak tiga orang. Selain kayu dalam konstruksinya digunakan pula baja tahan karat atau Galvanized dari Amerika. Umur jembatan tajuk ini dari selesainya diperkirakan dapat mampu bertahan selama 15-20 tahun.

Untuk menuju canopy bridge pengunjung harus melewati jalur/trek yang melintasi hutan dengan pohon-pohon besar yang sebagian besar berjenis bangkirai (Shorea Laevifolia). Banyak pohon-pohon tua di kawasan hutan Bukit Bangkirai yang diadopsi untuk dipertahankan kelestariannya. Nama orang yang mengadopsi dicantumkan pada sebuah papan. Unik ya! Pada awalnya memang terasa menyeramkan menaiki menara yang tingginya kurang lebih 30meter dari permukaan tanah. Ditambah terpaan angin, menara terasa bergoyang-goyang mengikuti arah angin. Menapaki kaki diatas jembatan tajuk juga tidak kalah mendebarkan jantung. tetapi sesampaiknya di canopy, pemandangan yang ditawarkan luar biasa indahnya. Panorama hutan hujan tropis terhampar luas. 

Jenis-jenis fauna yang ada di kawasan Bukit Bangkirai adalah Owa-Owa (Hylobates muelleri), Beruk (Macaca nemestrina), Lutung Merah (Presbytus rubicunda), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Susvittatus), Bajing Terbang (Squiler) serta Rusa Sambar (Corvus unicolor) yang telah ditangkarkan. Saat saya disana beberapa ekor Owa-Owa menampakan diri malu-malu disekitar cacnopy bridge berada. Bagi pecinta alam dan fotografi, hutan ini eksotis sekali untuk direkam dalam gambar.

Pengumuman
Oya bagi pengunjung Bukit Bangkirai harap memperhatikan aturan di kawasan ini. Sebuah papan peringatan dipasang untuk mengingatkan pengunjung untuk tidak membunuh sesuatu kecuali waktu, jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak. Herannya sudah sedemikian jelas dibuatkan peraturan secara tertulis, masih saja ada yang mencoret-coret menara untuk memninggalkan jejak pernah berada disana. Sepertinya petugas pengelola kawasan wisata Bukit Bangkirai perlu memeriksa tas pengunjung agar tidak membawa alat yang bisa digunakan untuk menulis di menara ataupun menggores pohon.

Balada Kumala, Pulau Cantik Tapi Terabaikan

Gapura Selamat datang
Sebelum berangkat ke Kalimantan Timur, seperti biasa saya menyiapkan diri dengan amunisi berbagai informasi peta wisata dan kuliner. Nama Pulau Kumala ada di puncak daftar wajib kunjungan yang akan saya lakukan. Tidak banyak informasi menarik yang bisa saya dapatkan dari internet. Sepertinya obyek wisata yang satu ini belum terlalu populer dikalangan pejalan. Menuntaskan rasa penasaran, akhir Desember lalu saya berkesempatan berkunjung ke salah satu provinsi terkaya di Indonesia, Kalimantan Timur.

Pulau Kumala terletak di Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Pulau yang berjarak hanya beberapa ratus meter saja dengan menyeberangi sungai Mahakam ini berada persis diseberang kantor Bupati. Saat saya berada disana Tenggarong tengah gencar mempromosikan potensi wisatanya melalui film yang berjudul "Erau" dan perhelatan akbar festival Erau yang akan diselenggarakan pada bulan Juni mendatang. Kabarnya festival Erau tahun 2015 akan mengundang lebih banyak lagi negara-negara yang memiliki kerajaan. Woww...sepertinya harus mulai menabung untuk datang kesana nih.

Ini bukti pohon yang ditanam pada mati
Pulau Kumala sebetulnya menyimpan banyak sekali potensi wisata, namun sayangnya kurang dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat. Banyak wahana-wahana yang tidak berfungsi sejak lama. Kendaraan shuttle yang bertugas mengantar wisatawan berkeliling sudah tua dan tak layak berfungsi sebagai kendaraan wisata, sementara itu, disebelah shuttle yang renta, parkir sebuah shutlle dengan warna kuning gonjreng mencolok mata. Sayangnya shuttle istimewa tersebut hanya dipergunakan untuk tamu-tamu penting saja, sementara wisatawan yang berbayar cukup diservis dengan kendaraan renta. Selain kendaraan, ada sangkar burung raksaksa yang berada di tengah pulau kosong melompong tanpa seekor burungpun didalamnya. Bangunan rumah adat dayak disana sini mulai terlihat rusak. Gazebo tempat simbol kebanggaan kabupaten dan kerajaan Kutai Kartanagara yang diberi nama Lembu Suana berdiri dengan gagahnya, mulai mengalami kerusakan. Lantai pecah dimana-mana. Program gerakan menanam sejuta pohon yang dilakukan di Pulau Kumala seperti sia-sia karena hampir semua pohon mati kering. Bahkan gong raksaksa yang seharusnya menggantung di tiangnya hanya tinggal angan-angan. Tinggal tiang saja tanpa gong. Supir shuttle di P. Kumala bercerita dengan nada pahit kekecewaannya terhadap pemerintah setempat saat ini yang membuat Pulau Kumala seolah mati segan hidup tak mau.

Sangkar tanpa burung
Sangat disayangkan, Kalimantan Timur dengan kekayaan hasil tambangnya tidak bisa mengelola tempat hiburan bagi masyarakatnya. Seandainya pemerintah lokal mau memperhatikan fasilitas hiburan bagi masyarakatnya, justru akan menguntungkan daerah itu sendiri. Saya membayangkan jika P. Kumala dikelola seperti The Jungle atau Dunia Fantasy, tentunya masyarakat Tenggarong tidak perlu pergi ke Jakarta untuk membuang uang disana bukan? Semoga pemerintah setempat cepat menyadari bahwa menyediakan sarana dan prasarana hiburan bagi masayarakatnya merupakan umpan balik untuk meraih loyalitas mereka terhadap pemerintahan sekaligus mendorong roda perekonomian daerah. Miris juga mendengar ada hotel di P. Kumala tapi gak ada stafnya. Jadi pengunjung dipersilahkan menginap dengan syarat membawa makanan sendiri. Hellooww...., itu hotel atau camping ground? Saya berharap, kunjungan berikutnya ke Pulau Kumala, aneka wahana sudah mulai difungsikan, sangkar burung raksaksa sudah terisi, shuttle sudah berganti dengan yang lebih bagus dan semua fasilitas difungsikan dengan maksimal. Ayok dong Tenggarong, daerah lain yang tidak sekaya kalian semacam kota Batu di Jawa Timur saja pintar mengelola potensi wisata dengan adanya Jatim Park 1 dan Jatim Park 2. Atau kota Bogor yang kecil dan penuh angkot saja bisa punya The Jungle dan Jungle Land. Masa kalian cuma Pulau kosong melompong? Satu-satunya yang melegakan hati saya hanya diorama Putri Junjung Buih dan 2 ekor Naga yang terlihat seperti baru dicat. Well.....setidaknya ada sedikit hal bagus yang bisa dilihat oleh pengunjung.

Cuma ini yang bikin saya senyum di P.Kumala
Banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah setempat. Mulai dari mengganti shutlle yang lebih layak, memperbaiki wahana-wahana yang ada, mengaktifkan kembali resort/penginapan, membuat food court, membuat souvenir shop dan masih banyak lagi deh. Sekian curhat saya tentang Pulau Kumala, tanpa bermaksud menjelekan pemerintah setempat saat ini karena semua yang ditulis sesuai dengan apa yang saya lihat.  

KETIKA KEMATIAN MENJADI WISATA, DAYA TARIK TANA TORAJA YANG MENDUNIA

Sudah lama saya mendengar keunikan wisata di Tana Toraja. Ya bagaimana tidak unik, jika daerah lain mengandalkan alam, kuliner atau belanja sebagai pariwisatanya, Tana Toraja menawarkan wisata kuburan sebagai daya Tarik wisatanya. Terlebih dengan upacara pemakaman mayat yang dikenal dengan sebutan “Rambu Solok”. Upacara yang menelan biaya hingga miliaran juta ini selalu menyedot perhatian wisatawan local maupun asing sehingga berduyun-duyun datang ke Tana Toraja untuk melihatnya.

Si hitam yang harganya aduhai
Dalam upacara rambu solok, keluarga yang berduka biasanya memberikan persembahan berupa babi dan kerbau. Kerbau atau Tedong dalam masyarakat Tana Toraja merupakan simbol status sosial. Rumah adat suku Toraja yang disebut Tongkonan dihiasi dengan tanduk tedong. Semakin banyak tedong yang dikurbankan, menandakan semakin tinggi status sosial pemiliknya. Pemilik rumah memajang tanduk tedong dibagian depan tongkonan berderet dari atas hingga ke bawah. Ada tiga jenis tedong yang biasa digunakan dalam upacara. Kerbau putih atau tedong putih, kerbau hitam atau biasa disebut tedong saja dan kerbau belang atau disebut Tedong Bonga. Diantara ketiga jenis kerbau atau tedong tersebut Tedong Bonga menempati urutan puncak strata kerbau. Hasil iseng bertanya ke penduduk lokal harga seekor Tedong hitam biasa berkisar Rp160 juta, dan seekor tedong bonga konon harganya sama dengan sebuah mobil ferari, wooww.... fantastis!

Berangkat dari cerita keunikan upacara pemakaman Rambu Solok, kuburan tebing, kuburan gua, tedong dan tongkonan saya menyusun rencana pergi ke Tana Toraja. Hasrat hati seakan sulit dibendung, setiap kali melihat gambar Tongkonan di internet, hati saya berdesir-desir seperti orang yang sedang kasmaran, menunggu waktu untuk bertemu. Halahh!

Penampakan sleeper bus.
Dilengkapi selimut dan guling
Saya sengaja mengambil penerbangan sore hari agar tiba di Makassar malam hari. Setiba di Makassar langsung bersiap menunggu bus Bintang Prima dengan rute Makassar - Toraja. Perjalanan menuju Tana Toraja hanya dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat saja. Bus menuju Toraja hanya tersedia 2 jam keberangkatan, pagi pukul 09.00 dan malam hari pukul 21.00 dengan lama waktu perjalanan sekitar 9 sampai 10 jam. Tidak usah khawatir, perjalanan yang panjang akan terasa nyaman dengan sleeper bus yang setiap kursinya dilengkapi dengan sistem reclying seat yang bisa direbahkan hingga hampir 180 derajat dan fasilitas guling dan selimut karena AC busnya super dingin. Busnya pun bagus-bagus dengan pengemudi profesional yang sudah paham medan perjalanan menuju Tana Toraja. Bagi pejalan yang tidak memiliki waktu banyak, sebaiknya mengambil jam keberangkatan malam agar tiba di Rantepao pagi hari. Setiba di Rantepao, bisa mencari penyewaan motor yang terletak didekat lapangan Rantepao. Gunakan rute yang efektif agar perjalanan maksimal dan tidak ada yang terlewatkan.

Londa, makam didalam tebing batu
Rute yang saya gunakan adalah mengunjungi obyek wisata kuburan di Lemo terlebih dahulu. Ciri khas makam di Lemo adalah meletakan peti mati didalam tebing yang dipahat membentuk ceruk. Terbayang tingkat kesulitannya memahat tebing batu yang keras dan mengusung peti mati kedalam tebing. Luar biasa sekali upaya yang dilakukan. Dibagian depan tebing tampak beberapa Tau-tau atau boneka yang menyerupai orang yang sudah meninggal. Konon profesi sebagai pembuat Tau-tau sudah semakin langka di Toraja. Hingga saat ini hanya ada 2 orang saja yang terkenal keahliannya membuat Tau-tau. Oya, ternyata tidak semua yang meninggal bisa dibuatkan Tau-tau. Hanya kalangan tertentu saja yang diperbolehkan dibuatkan Tau-tau. Dari tebing makam, berjalanlah kearah jalan setapak. Ikuti terus jalan tersebut, anda akan menemukan toko souvenir khas Toraja yang letaknya cukup tersembunyi.

Boneka Tau-tau didepan pemakaman Londa
Rute berikutnya mengunjungi obyek wisata kuburan di Londa yang terletak 7km di arah selatan kota Rantepao. Ciri khas pemakaman di Londa adalah meletakan peti mati didalam gua. Pemakaman di dalam gua Londa ini dikhususkan bagi orang Toraja yang bermarga Tolengke, dan boneka Tau-tau yang terletak diatas gua Londa menandakan bahwa almarhum merupakan seorang bangsawan. Didalam gua beberapa peti mati bahkan sudah hancur dan menampakan tulang belulang serta tengkorak kepala manusia. Londa merupakan tempat pemakaman untuk leluhur suku Tolengke. Jika anda cukup berani, tidak ada salahnya mengikuti pemandu gua masuk kedalam hingga ke ujung yang tersempit. Pengalaman yang mendebarkan sekaligus menyenangkan. Pemandu akan menyorotkan sinar senter untuk membantu kita melihat bagian dalam gua. Uniknya, saya tidak mencium bau busuk mayat dan tidak terdapat tikus seekor pun padahal peti mati dan tulang belulang berserakan dimana-mana. Keluarga peziarah biasanya membawakan minuman untuk yang sudah meninggal. Minuman kemasan dalam botol tersebut ditinggalkan didalam gua. Tadinya saya pikir itu sampah yang ditinggalkan oleh keluarga peziarah ternyata itu merupakan sesaji bagi yang sudah meninggal. Pengetahuan baru saya dapatkan dari tradisi unik suku Toraja. 

Spot favorit para pejalan, berlatar Tongkonan!
Selepas berziarah di Londa, arahkan kendaraan menuju Kete’ Kesu, obyek wisata paling popular di Tana Toraja. Letaknya di kampung Bonoran Sanggalangi, sekitar 4km dari Rantepao. Disinilah pusat makam Toraja dan rumah adat/Tongkonan yang terbesar lengkap dengan Alang Sura' (lumbung padi). Kalau anda pernah membeli kartu pos Toraja dengan gambar Tongkonan, maka gambar tersebut diambil dari deretan Tongkonan yang ada di Kete’ Kesu. Beberapa tongkonan memiliki deretan tanduk tedong dari atas hingga bawah. Terbayang ya, kalau satu tedong seharga 160juta berapa nilai Tongkonan dengan deretan tanduk tedong tersebut? Saya beruntung, siang itu Kete’ Kesu belum dipadati pengunjung, jadi saya bisa mengambil beberapa gambar Kete’ Kesu tanpa ada orang lain disana. Puas mengambil gambar Tongkonan, langkahkan kaki ke arah makam. Ciri khas makam di Kete’ Kesu adalah di dalam gua.  Disalah satu sudut gua, terdapat 2 tengkorak kepala manusia. Pemandu wisata bercerita bahwa kedua tengkorak tersebut adalah sepasang kekasih yang mati bunuh diri karena cintanya tidak mendapat restu dari keluarga. Tidak ada aura mistis yang mengerikan didalam gua. Yang terasa hanya udara gua yang terasa lembab. Pemandu gua mempersilahkan pengunjung untuk mengambil foto-foto tengkorak yang ada didalam gua dengan syarat tidak memindahkan tulang ataupun tengkorak. Saya sendiri sempat berfoto dibelakang tumpukan tengkorak kepala, tapi sayangnya gambarnya agak goyang. Sepertinya teman saya yang memotret agak nervous dengan tumpukan tengkorak yang ada didepan muka saya hahahhaa agaknya diperlukan ketegaran hati untuk mengambil gambar disini.

Konon pernah ada turis asing yang iseng mencuri sebuah tengkorak dan membawa pulang ke negaranya. Ternyata roh/spirit tengkorak mengikutinya hingga ke negara asal dan terus menerus menghantui. Tengkorak kemudian dikirim ke Indonesia, tetapi roh tetap tidak berhenti menghantui. Si turis kemudian datang kembali ke Indonesia untuk mengadakan upacara dengan menyembelih seekor kerbau dan babi, barulah roh/spirit berhenti menghantui. Saat ini tengkorak yang dicuri disimpan kembali didalam museum.

Miniatur Tau-tau
Di sekitar Kete’ Kesu banyak terdapat penjual cinderamata, baik itu ukiran kayu, batik maupun patung kakek dan nenek Toraja. Uniknya di Toraja ini semua patung berwajah orangtua. Saat saya tanyakan apakah ada alasan tertentu mengapa patung hanya berwajah orangtua, penduduk disana tidak dapat menjelaskan alasannya. Mungkin itu sudah menjadi semacam tradisi bagi mereka. Bila orang dewasa yang telah meninggal dimakamkan didalam tebing atau gua, maka anak kecil yang belum tumbuh giginya dimakamkan didalam pohon. Para tetua mempercayai bahwa getah pohon menjadi susu bagi bayi. Sayangnya karena keterbatasan waktu saya tidak sempat berkunjung ke daerah yang memiliki pohon tempat menyimpan jasad anak kecil yang belum tumbuh giginya. Sekarang ini bayi yang meninggal tidak lagi dikuburkan didalam pohon tetapi dibuatkan rumah kecil.

Kurre Sumanga (terima kasih) Toraja, saya sangat menikmati perjalanan seharian disini. Perjalanan wisata tidak melulu hanya keindahan alam semesta yang memanjakan mata. Perjalanan wisata yang berlatar budaya dan sejarah seperti ini bisa menambah wawasan kita tentang negeri sendiri, Indonesia. Kalau bukan kita yang menghargai sejarah dan budaya bangsa, siapa lagi?

Minggu, 11 Januari 2015

Warna Warni Perjalanan di Tahun 2014

Tahun 2014 sudah berlalu. Tahun yang Alhamdulillah penuh dengan berkah yang tak terhingga dari Yang Maha Kuasa. Dalam setahun, apa yang saya alami memang tidak semuanya terasa berwarna ada juga yang kelabu. Tetapi kalau dilihat kembali ke belakang, ternyata persentase berwarna ceria lebih banyak daripada kelabunya. Mungkin juga itu cara Tuhan memberitahu saya bahwa diperlukan berbagai macam warna untuk membuat pelangi yang indah. Sayangnya tidak setiap perjalanan yang telah dilakukan saya buatkan tulisan karena keterbatasan waktu dan balada penulis amatiran yang kerap kali mengandalkan mood menulis. Berikut ini kaleidoskop kehidupan saya  di tahun 2014, tahun yang penuh dengan kejutan berwarna dan banyak jalan-jalan.

Januari
Lawang Sewu
Tahun 2014 diawali dengan perjalanan dinas ke kota Lumpia, Semarang Jawa Tengah. Tugas sebagai Training Coordinator membuat saya cukup sering singgah ke kota Ini. Sambil menyelam minum air, saya sempatkan wisata ke Pagoda Avelokitesvara Watugong untuk melihat patung Budha tidur. Konon  patung Budha yang sedang tidur ini melambangkan sang Budha yang telah mencapai kesempurnaannya. Saya juga mampir ke Kuil Ceng Ho. Meskipun sebelumnya saya sudah pernah berkunjung ke kedua tempat ini, tapi gak ada salahnya datang untuk ke sekian kalinya bukan?


Februari
Perjalanan dinas lagi ke kota Semarang. Kali ini di akhir pekan saya sempatkan untuk melipir ke kota gudeg, Jogjakarta. Kota favorit saya sepanjang masa. Saya dan rekan sekantor berniat menonton Cabaret Show yang ada di toko batik Mirota lantai 3. Acaranya sendiri dimulai pukul 19.00wib s/d 20.30wib. Tapi apa mau dikata, rencana gagal total karena salah satu teman minta dimampirkan ke kota Sragen. Padahal  arah kota Sragen dan kota Jogjakarta ternyata bertolak belakang. Alhasil, malam itu saya dan teman tidak sempat nonton Cabaret Show karena kami tiba di Jogjakarta pukul 23.30wib!! Daripada pulang dengan sia-sia, kami putuskan untuk kuliner gudeg lesehan di Malioboro dan makan wedang ronde di pinggir jalan. Ok, pengetahuan geografi saya bertambah disni. Jarak Sragen dan Jogjakarta tidak searah, melainkan bertolak belakang.

Maret
Belajar membatik di museum tekstil Jakarta. Membatik adalah seni kesabaran tingkat tinggi. Ternyata membuat sehelai sapu tangan batik membutuhkan usaha yang cukup besar. Mulai dari membuat pola dengan pensil, memberi lilin/malam pada motif/pola, proses pewarnaan, pelorodan, pencucian dan penjemuran. Itu baru saputangan yang hanya berupa sepotong kecil kain. Tak heran harga selembar batik tulis bisa mencapai jutaan. Prosesnya gak mudah dan perlu waktu panjang.

April
Kembali bertugas ke kota Semarang. Seolah gak kapok dengan kejadian bulan lalu, saya kembali melipir ke kota Jogjakarta, kali ini solo traveling. Saya sempat makan di resto Raminten yang punya nama-nama menu nyeleneh. Menu yang saya cicipi waktu itu ayam koteka dan brongkos ayam, cukup lumayan rasanya, meskipun gak bisa dibilang fantastis seperti judul menunya.

Mei
Harley Davidson 
Kejutan luar biasa Tuhan berikan kepada saya, seolah hadiah ulang tahun di bulan April yang tertunda. Sehubungan dengan kekurangan tenaga penterjemah di Amerika Serikat, kantor tempat saya bekerja memutuskan untuk mengirimkan staf-staf yang ada di Indonesia. Saya bertugas selama 3 minggu di Negara Amerika Serikat bagian utara, Virginia. Tepatnya di kota kecil bernama Moyock. Bayangan tentang Amerika dengan gedung-gedung pencakar langitnya lenyap disini. Moyock adalah kota kecil yang suasananya seperti pedesaan di Indonesia, cuma bedanya disana lebih tertata rapi. Saya tinggal di asrama yang dikelilingi sawah gandum dan hutan pinus. Binatang hutan kerap kali berkeliaran disekitar asrama seperti rusa, bajing, ayam hutan, kucing hutan dan…. Beruang! Cuaca saat bulan Mei masih terasa dingin. Malam hari suhu bisa mencapai 8 derajat Fahrenheit. Dalam seminggu kami diberikan kesempatan untuk jalan-jalan sebanyak 2x. Biasanya kesempatan itu digunakan untuk pelesiran ke kota, seperti Washington DC yang berjarak sekitar 4 jam dari Moyock. Di tempat ini saya bertemu dengan seorang warga Amerika Serikat yang sangat cinta sekali dengan Indonesia, yang menjadi kawan karib selama disana. Tuhan juga menganugerahkan saya sebuah keluarga besar yang hingga saat ini masih saling berkabar lewat facebook, email ataupun blackberry messenger group. Berada disebuah daerah yang terpencil bersama 25 orang membuat kami seperti keluarga besar, saling menguatkan disaat rindu keluarga dan tanah air. Saya sempat memposting beberapa artikel mengenai perjalanan saya saat di Amerika Serikat di detik travel maupun travel blog pribadi saya.

Juni
Minggu pertama di bulan Juni masih saya habiskan di Amerika Serikat. Selesai bertugas di USA, perjalanan dinas lainnya sudah menanti saya, kali ini kota Denpasar, Bali. Kebetulan kantor saya mau mengadakan training di Bali, sebagai Training Coordinator saya bertugas melakukan survey dan kordinasi awal untuk kelancaran training yang nantinya akan diadakan disana. Berhubung ini perjalanan dinas dan cuma 2 hari 1 malam saja, saya hanya sempat belanja di toko oleh-oleh Krishna dan makan di bebek tepi sawah yang berada tepat diseberang toko Krishna.

Juli
Kembali lagi ke kota Semarang. Kali ini agak miris, karena saya melewatkan hari pertama Ramadhan sendirian, tidak bersama keluarga. Sedih rasanya sahur  di hotel  bersama orang-orang yang tidak saya kenal. Rasanya pengen cepat pulang kerumah. Trip kali ini agak kelabu menurut saya.

Agustus
view dibelakang Swiss Bell Hotel Jayapura
Untuk pertama kalinya saya berkesempatan mengunjungi Indonesia bagian timur! Wwooohooo seneng banget rasanya meskipun trip ini adalah serangkaian kunjungan ke beberapa kota di propinsi yang berbeda-beda, bayangan rasa lelah terhapuskan oleh fakta saya akan menjejakkan kaki di Indonesia bagian Timur. Kota pertama yang dikunjungi adalah kota Jayapura. Saya menginap satu malam disini. Gak sempat jalan-jalan sih, cuma melewati danau Sentani dan makan seafood didekat hotel tempat menginap. Nasib perjalanan dibayarin kantor ya begini, hehehe…..

Kota kedua yang dikunjungi adalah Palu. Senasib dengan perjalanan di Jayapura, disini saya gak sempat kemana-mana kecuali makan sop Kaledo yang konon menurut orang Sulteng, artinya adalah sop Kaki Lembu Donggala. Kuliner penuh resiko buat yang punya kolesterol. Sop ini berisi 2 potong tulang kaki lembu yang berisi sumsum. Cara makannya dihisap dengan sedotan dan didampingi dengan singkong rebus. Unique and dangerous for health!

Kota ketiga yang saya singgahi adalah Makassar. Idem dengan Jayapura dan Palu, disini saya Cuma sempat mencicipi kuliner Pallu Basa Serigala, Iga Konro Karebosi dan hang out sebentar di Kampung Popsa. Tempat hang out anak gaul di Makassar yang lagi happening saat itu.

Oya, di bulan ini  perjalanan dinas saya ke Denpasar, Bali karena satu dan lain hal dibatalkan. Kecewa sih karena saya sudah niat mau reuni dengan teman-teman yang menjadi “keluarga baru” sewaktu di Amerika , tapi saya yakin Tuhan lebih tahu apa yang terbaik buat saya.

September
Secret Zoo, Jatim Park 2 Batu, Malang
Kata-kata bijak yang mengatakan “Rencana Tuhan selalu lebih indah daripada rencana manusia” memang tidak pernah salah. Tuhan seolah menjawab rasa kecewa saya atas batalnya perjalanan dinas ke Bali bulan September lalu. Di bulan ini saya dan tim mendapat penghargaan dari kantor berupa Cash Award dengan ganjaran nominal yang cukup lumayan. Alhamdulillah…., see dibalik kelabu ada pelangi yang menanti!

September juga merupakan bulan yang saya nanti-nanti. Road trip bersama keluarga besar ke beberapa kota di Jawa Timur yang sudah dirancang sejak awal tahun! Selama itu saya mengumpulkan berbagai informasi wisata di kota Malang, Batu dan Surabaya. Ini adalah perjalanan bersama keluarga yang penuh kesan. Oya, saya sempat membuat dokumentasi yang dibuat menjadi photo clip lho. Belakangan ini saya sedang keranjingan membuat photo clip perjalanan. Daripada foto-foto hanya jadi koleksi laptop saja, dengan sedikit kreatifitas saya buat photo clip dengan menggunakan program windows movie maker. Buatnya gampang banget kok.  Beberapa clip saya buat versi yang lebih singkat untuk di upload ke youtube. Jadi saya punya kenangan yang bisa dilihat kapan saja. 

Oktober
Life is great if it shared
Konon ada ungkapan yang mengatakan bahwa hidup harus seimbang antara duniawi dan akhirat. Kebetulan sebagai salah satu pengurus yayasan sosial yatim piatu dan manula di Bogor, sejak beberapa bulan lalu kami mempunyai rencana untuk mengadakan acara jalan-jalan seperti yang biasa dilakukan setiap tahunnya. Dikarenakan padatnya agenda pengurus yayasan yang rata-rata masih aktif bekerja di kantoran, niat tersebut baru bisa terlaksana di bulan ini. Memang benar ya ucapan yang bilang rejeki anak yatim piatu itu luas. Buktinya baru berniat mau nyenengin mereka, tiba-tiba donasi masuk dari beberapa orang. Alhamdulillah, acara terlaksana dengan lancar. Anak-anak kelihatan gembira banget bermain di water park Zam-zam Tirta. Foto-fotonya bisa dilihat di fan page yayasan Panglayungan Bogor. Terimakasih tak terhingga untuk para donatur yang telah membuat perjalanan ini menjadi kenyataan.

Ada hadist mengatakan, silahturahmi membuka pintu rejeki. Itu betul bangett…., memenuhi ajakan seorang sahabat untuk berkumpul di Jogjakarta membuka pikiran saya untuk memulai bisnis baju batik produksi sendiri. Kebetulan saya sering banget dioleh-olehi kain batik yang cantik-cantik motif dan warnanya. Saya juga sempat ke kota Solo berkunjung ke museum batik Danar Hadi dan wedangan di Tiga Tjeret.

Bulan ini saya juga sempat mampir ke Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya sehabis arisan keluarga.  Luar biasa membaca hasil visum et repertum para pahlawan yang menjadi korban. Tidak terlihat rasa kemanusiaan dari apa yang tertulis pada hasil visum. Saya juga sempat menonton kembali film G30S PKI yang jaman dahulu menjadi tontonan wajib setiap malam tanggal 30 September.

Nopember
Akhirnyaa, Toraja!!
Kunjungan kerja ke Balikpapan, Kaltim. Kali ini agak sedikit beruntung. Meskipun hanya menginap 1 malam saja di kota Balikpapan, tapi saya sempat singgah ke konservasi beruang dan orangutan di Samboja dan berbelanja asesoris dari batu Kalimantan yang terkenal di pasar kebun sayur. Selembar kain dengan motif Kalimantan tak luput dari sabetan mata dan berpindah dengan cantik kedalam kantung belanja. Buat modal butik saya hehhehe

Saat berkunjung ke kota Makassar bulan Agustus lalu, diam-diam saya bersumpah dalam hati akan kembali ke kota ini lagi untuk perjalanan pribadi. Nyesek rasanya sudah ada di kota Makassar tapi gak sempat kemana-mana, padahal benteng Rotterdam hanya sejengkal saja dari hotel tempat menginap (versi  lebay). Akhir bulan Nopember saya memutuskan kembali ke kota Makassar. Sepertinya memang sudah rejeki saya, perjalanan ke Makassar diberi begitu banyak kemudahan oleh Allah. Mulai dari tiket pesawat hasil tuker poin Garuda Miles, promo hotel Best Western dari Citilink yang kasih rate Rp499,000 untuk 3D2N sampai kawan baru yang jadi guide lokal selama di Makassar, keliling 3 pulau dan Tana Toraja. What a bless! Ada beberapa artikel saya yang dipublish oleh detiktravel bisa di klik linknya disini http://travel.detik.com/read/2014/12/27/130000/2786314/1025/mitos-belut-bertelinga-di-mata-air-tilanga-tana-toraja

Desember
Gadis Dayak yang cantik menyambut di pintu bandara
Ke kota, ke desa, ke pantai dan ke pulau sudah saya lakukan sepanjang tahun 2014, Cuma 1 yang belum. Masuk ke hutan! Sesuai rencana sejak setahun yang lalu, saya akan melewatkan pergantian tahun didalam hutan Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai Kertanegara. Ini asli hutan sehutan-hutannya. Dimana signal handphone susahnya minta ampun, nyamuk hutan yang besar-besar dan ganas menggigit dan listrik yang dialirkan lewat genset. Ditengah keterbatasan fasilitas, saya mendapatkan bonus yang tidak didapatkan dikota. Udara fresh penuh oksigen murni tanpa polusi, suara merdu kicauan burung di pagi hari saat membuka pintu, suara jangkrik di malam hari dan melihat anak-anak mandi di sungai. Sesuatu yang menjadi barang langka di kota besar saya dapatkan semua disini. Meskipun tinggal didalam hutan, tapi saya sempat pelesir ke kota Kutai Kertanegara yang jaraknya sekitar 5 jam dari tempat saya tinggal di Camp Bhirawa Sei Mao, Sarana Pemukiman/ SP1, Ds. Sebuluh. Selagi di Kutai Kertanegara saya mengunjungi museum Mulawarman, museum Kayu, Creative Park dan Pulau Kumala.

Oya saya juga sempat ke pasar malam yang bertempat di SP 4. Disini pasar hanya ada satu kali dalam sepekan dan berpindah-pindah tempat. Pasar dibuka pada malam hari, dimana semua jenis barang dagangan digelar mulai dari sayuran, buah-buahan, pakaian, jajanan pasar hingga anak ayam dan bebek. Malam itu pasar agak sepi, rupanya di kampung sebelah, SP 5 sedang menggelar acara dangdutan yang mengundang artis ibukota Cita Chitata yang ngehits lewat lagu “sakitnya tuh disini”. Pantas saja pasar malam yang digembar gemborkan paling ramai kali ini sepi pengunjung, rupanya calon pengunjung pasar malam banyak yang membelokan langkah ke panggung dangdut.

Disini saya melakukan satu langkah cukup besar dalam hidup. Belajar mengendarai motor! berhubung ada didaerah yang cukup terisolasi dan jauh dari keramaian, saya cukup pede untuk belajar menaklukan rasa takut saat mengendarai motor. Hasilnya sudah 2 hari ini badan pegal-pegal terutama dibagian lengan, karena proses belajar mengendarai motor.

Canopy Bridge
Akhirnya malam tahun baru pun tiba! Karena merayakan malam pergantian tahun di keramaian ala kota sudah terlalu mainstream, saatnya mencoba sesuatu yang baru. Merayakan malam pergantian tahun ditengah hutan terpencil. Driver kami yang asalnya dari Makassar mahir banget membuat ayam panggang yang rasanya te-o-pe banget! Suara kembang api memecahkan kesunyian hutan dengan percikan warna warni kembang api yang turun bak air hujan. Indah banget rasanya. Jauh dari keramaian bersama orang-orang terdekat memang sesuatu yang menyenangkan.

Sebelum mengakhiri perjalanan di Kalimantan Timur, saya berkunjung ke Desa wisata Pampang dan Bukit Bangkiray yang sudah masuk dalam daftar must visit. Melihat suku Dayak di Desa Pampang sudah lama saya inginkan. Hanya saja agak kecewa karena masyarakat lokal disana sudah terpolusi oleh money oriented. Agak shock juga berfoto dengan seorang Dayak, kami berempat dikenakan biaya 150ribu! aahh ngenes, kalau dibiarkan seperti ini khawatir ke depannya turis enggan untuk datang lagi. Pemda setempat perlu membenahi ini secepatnya.

Berjalan diatas canopy bridge menguji nyali dan memacu adrenalin. Berjalan diatas jembatan gantung dengan ketinggian 30 meter dari permukaan tanah bikin jantung berdesir kencang. Jembatan membentang antara satu pohon besar ke pohon besar lainnya. Sukses menaklukan canopy bridge, lutut terasa lemas sesampainya ditanah hehehehe
Heeyy ternyata kalau dibaca dari awal sampai akhir, hidup saya colorful banget ya di tahun 2014 ini. Penuh dengan jalan-jalan dan kejutan menyenangkan. Terimakasih ya Allah untuk semua pencapaian di tahun 2014.Saya siap menyongsong tahun 2015 dengan semangat dan harapan-harapan baru, dan tidak lupa tempat-tempat baru untuk dikunjungi! Semoga Allah menganugerahi saya rejeki dan kesehatan supaya bisa terus jalan-jalan dan berbagi cerita dengan kalian melalui travel blog ataupun stories di detiktravel.


Thank you 2014!