sunrise yang malu-malu |
Penantian panjang itu akhirnya
datang. Sebelumnya saya heboh dengan perlengkapan naik gunung dengan membeli
jaket super tebal, sarung tangan wol, kupluk dan masker karena terpengaruh
berbagai artikel wisata yang mengatakan bahwa suhu udara di gunung Bromo sangat
ekstrim dinginnya.
Perjalanan kami ke Gunung Bromo
dimulai dari Taman Nasional Baluran dengan mengambil bus antar kota yang
melewati gerbang Baluran di Batang menuju terminal Probolinggo dengan waktu
tempuh sekitar 4-5 jam lamanya. Sesampainya di Terminal Probolinggo kami
mengambil Elf Bison yang akan membawa penumpang hingga ke Cemoro Lawang, pemberhentian
akhir di gunung Bromo. Sangat disayangkan pengelolaan elf bison ini sangat
tidak profesional dan terkesan seperti mafia. Kendaraan sengaja tidak diisi
sesuai kuota dengan tujuan agar penumpang membayar lebih besar 2 kali lipat
dari biasanya. Mereka bahkan rela mengusir penduduk lokal yang kebetulan akan
pergi ke arah gunung Bromo dan meminta mereka untuk tidak menaiki kendaraan
yang sama dengan kami. Pemda setempat perlu ambil tindakan nih untuk
menertibkan mereka. Bahkan calo-calo yang ada didalam terminal pun merasa takut
terhadap mafia elf bison diluar terminal
ini. Kegiatan para mafia ini bisa berdampak menurunnya jumlah wisatawan. Gak
heran lebih banyak orang memilih sewa kendaraan secara patungan untuk naik ke
Cemoro Lawang.
Setelah menempuh perjalanan
selama hampir 3 jam lamanya, kami tiba tempat penginapan dekat pemberhentian
akhir menuju gunung Bromo. Wisma yang kami tempati ini merupakan rumah milik
penduduk yang biasa disewakan. Memiliki 2 kamar tidur yang bersih, 1 kamar
mandi dengan pemanas dan ruang tamu. Pengelola wisma juga membantu kami
mencarikan sewa jeep untuk naik ke gunung Bromo jam 2 dinihari nanti. Ya
umumnya para wisatawan berangkat sekitar pukul 2 malam dari kaki gunung Bromo
dengan berkendara jeep untuk menyaksikan sunrise. Ternyata gak salah saya heboh
dengan perlengkapan gunung, malam itu udara dinginnya benar-benar menusuk
hingga ke tulang. Sebentar-sebentar saya lari ke kamar untuk sekedar
menghangatkan badan dibalik selimut tebal.
Jam 2 dinihari, mobil jeep menjemput kami.
Kolaborasi antara keinginan melihat matahari terbit dan kengerian berkendara
dalam keadaan gelap gulita dengan jurang disisi kanan jalan ditambah kondisi
jalan yang menanjak dan menikung tajam membuat kami memanjatkan doa mohon
selamat. Sumpah, ngeri banget rasanya. 1 jam berkendara akhirnya kami tiba di
pananjakan. Tempat dimana orang-orang menanti sang fajar terbit dari ufuk
timur. Bayangan saya tentang gunung Bromo selama ini ternyata salah. Saya pikir
untuk melihat sunrise, harus berjalan mendaki gunung terjal (harap maklum saya,
teracuni film 5cm sebelumnya). Ternyata yang dimaksud mendaki disini adalah
menaiki anak tangga yang tidak terlalu curam menurut saya. Alhamdulillah juga
sih jadi gak terlalu menguras energi. Di pelataran pananjakan disediakan
semacam gazebo dan kursi-kursi kayu yang disusun membentuk theater untuk menyaksikan
sunrise. Kami segera hunting posisi paling sip supaya bisa melihat sunrise
dengan sempurna.
Sayangnya pagi itu langit
terlihat mendung. Sunrise tidak keluar dengan sempurna karena sebagian
terhalang oleh awan. Meskipun demikian saya tetap bersyukur karena sudah
menyaksikan salah satu maha karya Yang Kuasa. Menyaksikan warna langit yang
semula gelap perlahan memancarkan warna jingga hingga akhirnya mentari keluar
dari peraduannya adalah detik-detik yang membuat semua yang ada disana menahan
nafas dan terpana. Saya membatin, terhalang awan aja bagus begini apalagi cuaca
cerah tak berawan, pasti joss banget tuh sunrisenya. Buat kalian yang akan
berkunjung ke gunung Bromo, saya sarankan untuk ambil paket berfoto langsung
jadi. Minimal cetak 1 foto deh meskipun bawa kamera canggih sendiri. Tau gak
gunanya buat apa? Niiih ya, para juru foto itu sudah tau spot-spot yang keren.
Jadi kalau ambil paket foto sama mereka, nanti diajak ke beberapa lokasi yang
keren. Dijepret beberapa kali dan nanti tinggal pilih yang mana mau dicetak.
Nah kalau sudah tau spot keren, kalian tinggal pakai kamera sendiri buat
nerusin narsisnya deh. Waktu itu sih berbekal rayuan maut secara bertubi-tubi
dari kami ber 5, tukang foto akhirnya bersedia mentransfer file foto ke thumb
drive kami ! nah perlu juga tuh bawa thumb drive.
bukit Teletubies |
Puas foto-foto di Pananjakan,
supir jeep merangkap guide membawa kami ke bukit teletubies. Konon katanya
adegan pembuka film Teletubies diambil di bukit ini. Sampai sekarang, asli saya
masih penasaran dengan kebenaran cerita ini. Bukit Teletubies sendiri merupakan
kawasan bukit-bukit dengan savana yang indah. Bukit hijau dengan langit
berwarna biru cerah berpadu awan putih beneran kayak di film Teletubies! Ah,
jadi penasaran lagi deh.
Dari bukit Teletubies kami
bergeser ke pasir berbisik yang sayangnya saat itu karena memasuki musim
penghujan pasirnya basah dan tidak membentuk pola-pola seperti di gurun.
Jadinya ya Cuma pasir hitam biasa saja. Yang membuat istimewa adalah Pura yang
terletak di dekat caldera. Sayangnya karena keterbatasan waktu, kami gak sempat
mampir ke Pura tersebut. Caldera gunung Bromo pun terpaksa kami lewatkan karena
mengejar waktu untuk tiba di kota Batu tepat waktu.
So, saya masih punya harapan
untuk suatu saat kembali ke Bromo dan menyaksikan sunrise tanpa awan mendung.
Kali ini saya pastikan Pura dan Caldera harus saya sempatkan untuk kunjungi.
sunrise bromo, termasuk 5 besar sunrise terindah di dunia, kapan yah bisa kesana..
BalasHapusBisaaaa... banyak tiket promo ke Surabaya :-)
BalasHapus