Masjid di Lhok Nga |
Perjalanan kali ini bukan piknik atau wisata bersenang-senang tetapi untuk memberikan dukungan bagi saudara-saudara yang tertimpa musibah. Saya kagum melihat TNI bahu membahu memperbaiki sarana dan prasarana. Membuat jembatan dari batang pohon kelapa agar kendaran yang mengangkut korban dapat melintas. Mereka terlihat lelah tapi tetap ramah dan sesekali bercanda untuk mengusir rasa lelah.
Saya bermalam di kota Banda Aceh sebelum meneruskan perjalanan menuju Tangse sebuah kecamatan di kabupaten Pidie. Selama di Banda Aceh saya menyempatkan diri mengunjungi beberapa lokasi yang terkena imbas gempa dan tsunami cukup parah. Salah satunya di Pantai Lhok Nga. Subhanallah....dahsyat sekali efek tsunami disini. Sebuah bukit dengan ketinggian kurang lebih 30 meter terpapas setengahnya. Di sisi pantai terdampar sebuah kapal tongkang pengangkut batubara lengkap dengan batu bara diatasnya. Pada lambung kapal tertulis bobot kapal 5000 ton. Bisa dibayangkan berapa kekuatan ombak yang bisa menyeret kapal tongkang seberat itu naik keatas daratan. Dari pinggir pantai Lhok Nga terlihat sebuah mesjid berdiri kokoh dan tegak ditengah-tengah. Subhanallah...itu satu-satunya bangunan yang masih berdiri dengan tegak tanpa kurang suatu apapun. Maha Besar Allah... sementara bangunan lain disekitarnya tersapu bersih. Bahkan rumah-rumah tempat tinggal para prajurit bersih tak bersisa satu tembok pun. hanya menyisakan lantai rumah saja. Hati saya sempat teriris melihat sebuah boneka disudut puing-puing. Kemana gerangan pemiliknya, mungkin sudah tenang di alam surga. Saya juga menyempatkan diri melihat Mesjid Baitul Rahman kebanggaan masyarakat Aceh. Di halaman Mesjid ada 2 tower yang utuh berdiri tegak dan ada 2 tower yang runtuh. Menurut cerita warga setempat, 2 tower yang masih utuh dibangun pada masa orde lama dan 2 tower yang runtuh dibangun pada masa orde baru (apa hubungannya yah?). Malam itu saya sempat merasakan guncangan gempa sebesar 7.8 SR. Luar biasa panik dan khawatir, apalagi isu akan datang tsunami langsung tersebar membuat warga berlarian dan mengakibatkan seorang wanita tewas karena terjatuh dan terinjak warga yang panik, innalillahi wainnailaihi rodjiun.
Keesokan hari saya berangkat menuju Tangse. Perjalanan memakan waktu 4 jam dengan berkendaraan darat. Perjalanan menuju Tangse melewati daerah yang mirip puncak di kabupaten Bogor. Nama daerahnya Saree. Hawanya sejuk karena memang daerah pegunungan, dan di sisi jalan banyak orang berjualan aneka macam keripik. Saya tiba sore hari di Tangse.
Tangse adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Pidie, Kota yang mempunyai panorama alam yang sangat indah terletak dilintasan Pidie - Meulaboeh, ketika lintasan Banda Aceh - Meulaboh Rusak total akibat Tsunami jalan ini menjadi jalan penghubung terdekat untuk menuju Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Selatan. Selain pemandangannya yang indah, Tangse juga sangat terkenal dengan duriannya, pada musim panen durian, banyak durian dari daerah lain yang dibawa ke Banda Aceh memakai nama "Durian Tangse". Bagi anda pecinta durian dan panorama alam yang asri dan indah, Tangse adalah salah kota yang wajib Anda Singgahi. Saat saya disana sempat disuguhi durian Tangse yang besar-besar dan legit rasanya.
Selama di Tangse saya sempat mencicipi beberapa kuliner khas aceh seperti mie aceh, rujak aceh, martabak telur aceh, ikan kerling, kuah pliuk dan gulai bebek. Rupanya lidah sunda saya kurang cocok dengan kuliner Aceh, utamanya bebek. Mungkin karena saya juga gak begitu suka bebek. Di benak saya bebek tuh jorok karena senang main di lumpur. Alhasil selama dijamu gulai bebek saya berusaha sekuat tenaga menelannya. Untuk martabak telur, jangan bayangkan seperti martabak telur yang ada di pulau Jawa. Martabak telur Aceh adalah telur dadar yang dilipat-lipat menyerupai bentuk amplop. Disajikan diatas piring kecil dengan acar bawang merah mentah yang diiris-iris hehehehe..saya kecele :p
Selama di Tangse saya sempat mencicipi beberapa kuliner khas aceh seperti mie aceh, rujak aceh, martabak telur aceh, ikan kerling, kuah pliuk dan gulai bebek. Rupanya lidah sunda saya kurang cocok dengan kuliner Aceh, utamanya bebek. Mungkin karena saya juga gak begitu suka bebek. Di benak saya bebek tuh jorok karena senang main di lumpur. Alhasil selama dijamu gulai bebek saya berusaha sekuat tenaga menelannya. Untuk martabak telur, jangan bayangkan seperti martabak telur yang ada di pulau Jawa. Martabak telur Aceh adalah telur dadar yang dilipat-lipat menyerupai bentuk amplop. Disajikan diatas piring kecil dengan acar bawang merah mentah yang diiris-iris hehehehe..saya kecele :p
Air Terjun Tangse |
Hari berikutnya saya berangkat ke kota Sigli, sekitar 2 jam dari Tangse. Disini efek gempa dan tsunami tidak separah di Banda Aceh. Kantor Bupati Sigli masih aman tidak terjangkau tsunami. Hanya rumah-rumah di pinggir pantainya saja yang lenyap disapu gelombang. Di Sigli saya sempatkan membeli emping Aceh yang terkenal dan dendeng Aceh untuk oleh-oleh orang dirumah.
Tak terasa 5 hari sudah saya berada di Aceh. Perjalanan yang cukup melelahkan, karena pemandangan yang terlihat adalah keprihatinan. Saya turut merasakan kepedihan dan ketakutan mereka saat disana. Rasa takut yang mencekam saat tanah yang dipijak bergetar 7.8SR. Himah yang bisa saya petik dari perjalanan kali ini adalah semua milik Allah SWT dan pada akhirnya akan kembali pada-NYA. Jalani hidup dengan rukun dan damai karena hidup hanya sementara.
Two Thumbs Up....!!! Nice story Dear....
BalasHapusBased on true story cyinn... :)
BalasHapus